الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Kamis, 11 April 2013
Antara Ghibah dan Dusta
Ghibah dan dusta merupakan dua hal, yang hampir-hampir menjadi fenomena dalam lingkup kehidupan manusia. Seringkali, di manapun manusia berkumpul dan berbicara, tidak luput dari dua hal ini, atau minimal dengan salah satunya. Jika kita perhatikan di kantor, di pasar, di rumah, di kantin atau di manapun juga, baik laki-laki maupun perempuan, senantiasa minimal ghibah (baca; membicarakan orang lain) menjadi tema sentral pembicaraan mereka. Padahal, Allah SWT memerintahkan kepada setiap insan untuk berkomunikasi dan berbicara dengan baik. Dalam salah satu ayatnya Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا*
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (baik), niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
Ayat di atas menggambarkan kepada kita, adanya korelasi yang kuat antara keimanan (baca; ketakwaan) dengan perkataan yang baik. Seseorang yang memiliki keimanan yang baik, insya Allah secara otomatis akan berkomunikasi dan bertutur kata yang baik. Sementara ghibah apalagi dusta termasuk dalam kategori perkataan yang tidak baik. Bahkan dusta masuk dalam kategori dosa-dosa besar.
Antara Ghibah Dan Dusta
Dari segi bahasa, ghibah berasal dari kata bahasa Arab ‘Ghaba’, yang berarti ghaib (baca; tidak tampak), atau tidak terlihat:
الغيبة لغة مشتق من فعل غاب أو الغيب، وهو كل ما غاب عن الإنسان
ALLAH ITU ADA
Pada Bulan Rabi’ul Awal 7 Hijriah, Nabi melakukan perjalanan bersama pasukannya menuju daerah Najd dalam sebuah peperangan. Setelah dua hari perjalanan, beliau tiba dan beristirahat di Nakhl, tidak jauh dari Ghathafan.
Kebanyakan anggota pasukan tersebut berjalan kaki sehingga banyak di antara mereka kakinya pecah-pecah dan melepuh, ada juga yang kukunya terkelupas.
Mereka membalut kaki-kaki mereka dengan kain-kain perca, karena itulah peperangan itu diberi nama Dzatur Riqa’ (yang ada tambalannya), dan tempat mereka singgah diberi nama yang sama, Dzatur Riqa’.
Saat itulah salah seorang musyrikin bernama Ghaurats bin Harits (Dutsur), berasal dari Bani Muharib (suku Badui), berniat membunuh Nabi SAW.
Kebanyakan anggota pasukan tersebut berjalan kaki sehingga banyak di antara mereka kakinya pecah-pecah dan melepuh, ada juga yang kukunya terkelupas.
Mereka membalut kaki-kaki mereka dengan kain-kain perca, karena itulah peperangan itu diberi nama Dzatur Riqa’ (yang ada tambalannya), dan tempat mereka singgah diberi nama yang sama, Dzatur Riqa’.
Saat itulah salah seorang musyrikin bernama Ghaurats bin Harits (Dutsur), berasal dari Bani Muharib (suku Badui), berniat membunuh Nabi SAW.
Jumat, 05 April 2013
JANGAN BERSEDIH KAUM MUSLIMIN KITA AKAN MENDAPATKANYA KELAK DI AKHERAT
KAUM KUFFAR REBUTAN DUNIA
_Mukminin mendambakan kemenangan kekal_
Orang kafir mengabdi pada kehidupan duniaan. Baginya, kebahagiaan dunia adalah tujuan puncak; dunia adalah kesempatan yang apabila terlewatkan, hilanglah segalanya.
Baginya, kehidupan hanyalah rentang waktu yang berlangsung di atas bumi ini saja. Ia tidak percaya bahwa ada kehidupan lain setelah kehidupan ini. Ia juga tidak yakin bahwa ada rumah tinggal lain setelah rumah tinggal (bumi) ini hancur. Sedangkan orang mukmin, mereka memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan pemahaman orang orang kafir. Orang mukmin percaya bahwa terdapat kehidupan lain yang lebih nyata, lebih agung, di mana manusia akan tinggal kekal di dalamnya.
Bagi orang mukmin, kehidupan dunia adalah perjalanan menuju kehidupan berikutnya. Jadi di sini saatnya menanam, di sana kita akan menuai, di sini kita berlomba, di sana kita akan mendapatkan nilai.
MENANG ATAU MATI SYAHID
PERANG IDEOLOGIS KAUM KUFFAR
_Strategi Kaum Kuffar_
Fihak kaum kuffar pada hakekatnya tidak akan pernah sanggup melakukan apapun terhadap ‘izzul Islam wal muslimin (kemuliaan Islam dan kaum muslimin) andaikan ummat ini benar-benar beriman dan yakin akan janji Allah سبحانه و تعالى berupa ihdal-husnayain (meraih salah satu dari dua kebaikan) yakni ‘isy kariiman au mut syahiidan (hidup mulia di bawah naungan syariat Allah atau menggapai mati syahid).
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ
لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا
إِلا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ
Senin, 01 April 2013
Banci dan bencong dalam Tinjauan Syariat
Salah satu kebanggaan kita sebagai kaum Muslimin ialah syariat Islam itu sendiri. Kita bangga karena memiliki syariat paling lengkap di dunia. Syariat yang mengatur segalanya, dari perkara yang paling besar hingga yang paling sepele. Semua yang menyangkut kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat tak lepas dari tinjauan syariat. Laki-laki, perempuan, tua, muda, besar, kecil, penguasa, rakyat jelata; semuanya diatur secara adil dan bij aksana. Bahkan kaum banci pun tak lepas dari pembahasan.
Benar, kaum banci yang sering menjadi ledekan dan bahan tertawaan, ternyata tidak diabaikan oleh syariat begitu saja, sebab ia juga manusia mukallaf sebagaimana lelaki dan wanita normal. Karenanya, dalam fiqih Islam, kita mengenal istilah mukhannats (banci/bencong), mutarajjilah (wanita yang kelelakian), dan khuntsa (interseks/berkelamin ganda).
Masing-masing dari istilah ini memiliki definisi dan konsekuensi berbeda. Akan tetapi, dua istilah yang pertama biasanya berkonotasi negatif, baik di mata masyarakat maupun syariat. Sedangkan yang ketiga belum tentu demikian.
MALU YANG BAIK DAN MALU YANG BURUK.
Salah satu akhlak yang mulia yang merupakan bentuk ketaatan seorang muslim dan sebagai salah satu wujud rasa syukur kepada Allah Ta’ala adalah rasa malu kepada Allah.
Sifat malu sangat penting karena malu merupakan bagian dari iman. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ
“Iman itu bercabang tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih, yang paling utama adalah kalimat la illaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan, dan malu termasuk cabang dari iman.” (HR. Bukhari & Muslim)
Langganan:
Postingan (Atom)