Assalaamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Alhamdulillah. Wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah. Wa ‘alaa alihii wa as-haabihi ajma’iin. Sahabat Muslim rahimakumullah, bagaimana kondisi iman dan taqwa kita kali ini? Semoga semakin meningkat dari hari ke hari, Insya Allah.
Sahabat Muslim, banyak sekali realita dan fakta dalam kehidupan masyarakat kita bahwa mereka (orang-orang di sekitar kita) yang mengatakan cinta kepada Allah. Akan tetapi, perilaku dan amalannya masih banyak yang menyimpang dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Masih banyak sekali orang-orang yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, namun menjalankan amalan yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Amalan dan ibadah yang ada tuntunannya tidak dilaksanakan, malah memperbanyak (merutinkan) amalan dan ibadah yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Pantaslah jika kami menyebut perkara cinta ini dengan sebutan CINTA PALSU.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Ali-Imran (3) ayat 31:
Surat Ali-Imran (3) : 31
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat yang mulia ini sebagai berikut:
BUKTI CINTA KEPADA ALLAH ADALAH DENGAN MENGIKUTI RASUL-NYA Shollallohu’alayhiwasallam
Ayat yang mulia ini menghukumi setiap orang yang mengaku mencintai Allah namun ia tidak menempuh jalan Muhammad shollallohu’alayhiwasallam, bahwa pengakuannya dan perkataannya itu (mengaku cinta Rasul) adalah disebut DUSTA hingga ia mengikuti syariat Muhammad dan agama nabawi dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih, dari Rasulullah shollallohu’alayhiwasallam, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. al-Bukhari No. 2697 dan Muslim No. 1718)
Karena itulah Allah Ta’alaa berfirman, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu”. Artinya, kalian akan mendapatkan balasan yang lebih dari sekedar kecintaan kalian kepada-Nya. Yaitu kecintaan Allah kepada kalian. Cintanya Allah ini lebih besar dari cinta kalian kepada Allah.
Adapun al-Hasan al-Bashri serta beberapa ulama Salaf mengatakan: “Ada suatu kaum yang mengaku mencintai Allah, lalu Allah menguji mereka melalui ayat ini, dimana Dia berfirman, “Katakanlah (Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu”.
***
Kemudian Dia berfirman, “Dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Yakni, dengan mengikuti Rasulullah shollallohu’alayhiwasallam, kalian akan memperoleh pengampunan dosa berkat perantaraan mengikuti Nabi.
***
Selanjutnya dengan tujuan memerintahkan kepada setiap individu, Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul’. Maka jika kamu berpaling”, yakni dengan melanggar perintah-Nya, “Maka sesungguhnya Allah tidak menyukai pada orang-orang yang berbuat kafir”. Ini menunjukkan bahwa menyelesihi jalan Allah adalah merupakan kekufuran. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang seperti itu, meskipun ia mengaku mencintai Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sampai dia benar-benar mengikuti Rasulullah shollallohu’alayhiwasallam, Nabi yang ummi, penutup para Rasul yang diutus kepada segenap jin dan manusia.
Sekiranya para Nabi, para Rasul, bahkan Rasul Ulul Azmi hidup pada zaman kerasulan Muhammad shollallohu’alayhiwasallam, maka tidak ada kelapangan bagi mereka kecuali mengikuti dan mentaati beliau serta mengikuti syariat yang beliau bawa. Sebagaimana hal itu disebutkan dalam surah Ali-‘Imran, ayat 81, yang memiliki arti sebagai berikut,
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”[209]. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui.” Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.”
[209]. Para nabi berjanji kepada Allah subhanahu wata’ala, bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula kepada para ummatnya.
***
Tambahan dari kami:
Ada riwayat yang shahih dari ‘Aisyah radhiyallohu’anhumaa,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. رواه البخاري ومسلم, وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan kami ini, yang bukan dari padanya, maka perbuatannya itu tertolak” (H.R. Bukhari no 2499 dan Muslim no 3242). Dalam riwayat Muslim lainnya (no 3243) disebutkan: “Barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak berdasarkan urusan kami, maka amalan itu tertolak” (lihat hadits no 5 dalam Al Arba’in An Nawawiyyah).
Wallohuta’alaa a’lam.
Wassalaamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar